- Back to Home »
- SKRIPSI PKn »
- Tinjauan Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung Dihubungkan Dengan UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Tinjauan Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung Dihubungkan Dengan UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Posted by : Unknown
Senin, 29 Juli 2013
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Partisipasi
Partisipasi masyarakat mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemerintahan,
karena tanpa adanya partisipasi masyarakat maka penyelenggaraan pemerintahan
tidak akan berjalan secara maksimal. Partisipasi terbentuk apabila adanya
keikutsertaan masyarakat terhadap kegiatan atau program yang diberikan oleh
pemerintah, tanpa adanya partisipasi dari masyarakat program dan rencana yang
di berikan oleh pemerintah tidak akan berjalan dengan harapan pemerintah.
Menurut Subakti
bahwa:
“Partisipasi adalah
salah satu aspek penting demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi (dan
partisipasi) orang yang paling tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah
orang itu. Karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh
pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat maka warga
masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik” (Surbakti,
1992:140).
Menurut pendapat diatas partisipasi akan berjalan apabila masyarakat ikut serta
dalam keputusan politik yang diadakan oleh pemerintah karena program yang
diadakan oleh pemerintah tampa lain bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat
itu sendiri.
Pengertian partisipasi yang lain menurut Inu Kencana Syafiie adalah;
“Partisipasi adalah
penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan
kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk
berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam
setiap pertanggungjawaban bersama.” (Syafiie, 2001:142)
Menurut
pendapat diatas partisipasi dapat menentukan sikap dan keterlibatan setiap
individu dalam setiap organisasi, sehingga dapat mendorong individu untuk
berperan serta dalam partisipasi sehingga tujuan organisasi setiap tujuan dapat
terlaksana.
Pendapat berbeda yang
dikemukakan oleh Sondang P Siagian membagi partisipasi menjadi partisipasi
aktif dan partisipasi tidak aktif, yaitu; “Partisipasi itu ada yang aktif dan
ada yang pasif. Partisipasi pasif dapat berupa sikap, perilaku, tindakan,
rakyat tidak melakukan hal-hal yang dapat menghalangi kelancaran pembangunan
nasional. Urayan diatas bahwa partisipasi terdapat dua jenis diantaranya
partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi pasif dapat berupa
perilaku masyarakat yang tidak ikut berperan aktif dalam setiap pembangunan
yang ada di masyarakat.
Partisipasi aktif dapat
terlaksananya pembangunan sehingga masyarakat dapat berperan serta dalam
pembangunan partisipasi aktif dapat terwujud apabila:
1. Turut memikirkan nasib sendiri dengan memanfaatkan lembaga –
lembaga sosial dan politik yang ada di masyarakat sebagai saluran aspirasi.
2. Mewujudkan adanya kesadaran bermasyarakat dan bernegara yang
tinggi dengan tidak menyerahkan penentuan nasib sendiri kepada orang lain,
seperti kepada pimpinan, tokoh masyarakat yang ada, baik yang sifatnya formal
maupun informal.
3. Memenuhi kewajiban sebagai warga negara yang bertanggungjawab.
4. Ketaatan kepada berbagai peraturan perundang – undangan yang
berlaku.
5. Kerelaan merupakan pengorbanan yang dituntut oleh pembangunan
demi kepentingan bersama yang lebih luas dan lebih penting.” (Siagian, 1985:2)
Partisipasi aktif merupakan
suatu tindakan yang nyata untuk turut serta dalam memenuhi ketaatan dan
kerelaan pada kepentingan bersama. Yang dapat berbentuk pengorbanan materi atau
tenaga sebagai bentuk rasa tanggungjawab kepada kepentingan yang jauh lebih
luas dan lebih penting.
Pengertian partisipasi yang
dijelaskan oleh Britha Mikkelsen yang mengutip pengertian Fao, adalah :
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada
proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan kebijakan.
2. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam
perubahan yang di tentukan sendiri.
3. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan
diri, kehidupan dan lingkungan mereka.
4. Partisipasi adalah suatu proses aktif yang mengandung arti bahwa
organisasi atau kelompok yang terkait mengambil inisiatif dan menggunakan
kebebasanya untuk kelompok yang terkait mengambil inisiatif dan menggunakan
kebebasanya untuk melakukan hal itu.
5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antar masyarakat setempat
dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar
supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak sosial.
(Mikkelsen, 2001:4)
Partisipasi akan berjalan apabila adanya kemauwan dari setiap individu dan
organisasi untuk ikut berperan serta dalam partisipasi. Partisipasi menurut Diana
Conyers adalah :
“Partisipasi
masyarakat adalah alat yang berguna untuk memperoleh informasi (fakta) mengenai
keadaan atau kondisi, sikap, harapan, dan kebutuhan masyarakat karena tanpa
kehadiran masyarakat maka program pengembangan pembangunan akan gagal” (Conyers,
1991 : 154-155).
Setiap partisipasi masyarakat akan mendapatkan informasi, keadaan, atau kondisi,
sikap, harapan dan kebutuhan masyarakat yang disampaikai dalam setiap program
dalam pembangunan tanpa adanya dukungan dari masyarakat maka suatu program
tidak akan berjalan dengan baik.
2.2
Pengertian Masyarakat
Bahasa inggris masyarakat disebut Society, asal kata society yang
berarti kawan. Adapun kata masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu Syirk,
artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk
aturan-aturan hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan, melaikan
oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan (Munandar,
1986:63).
Soelaeman juga mengemukakan bahwa “Masyarakat merupakan suatu lingkungan
yang bersifat makro”. Aspek teritorium kurang ditekankan, namun aspek keteraturan
sosial dan wawasan hidup kolektif memperoleh bobot yang lebih besar. Sifat
makro diperoleh dari kenyataan, bahwa masyarakat pada hakekatnya terdiri dari
sekian banyak komunitas yang berbeda, sekaligus mencakup berbagai macam
keluarga, lembaga dan individu-individu” ( Soelaeman, 1986:67-68).
Etzioni melihat masyarakat sebagai sekumpulan sub-sub kolektiva atau sub-sub
kelompok yang longgar. Etzioni menyatakan bahwa negara dan yang lebih umum,
proses politik nasional jauh lebih banyakberhubungan dengan organisasi-organisasi
yang merupakan sub-sub kolektif, dan dengan kombinasi-kombinasi kolektif
ketimbang dengan organisasi yang tidak memiliki dasar kolektif. Dengan demikian
dalam masyarakat post-modern, masyarakat bukan bertanggungjawab kepada
individu, tetapi lebih bertanggung jawab kepada kolektiva atau kelompok yang
bertindak secara bersama-sama (Etzioni, 1999:366).
Menurut Munandar Soelaeman, untuk arti yang lebih khusus masyarakat disebut
pula kesatuan sosial. Kesatuan sosial mempunyai kehidupan jiwa seperti adanya
ungkapan-ungkapan jiwa rakyat, kehendak rakyat, kesadaran rakyat, dan sebagainya.
Individu berada dibawah pengaruh suatu kesatuan sosial. Jiwa masyarakat ini
merupakan potensi yang berasal dari unsur-unsur masyarakat, meliputi pranata,
status dan peranan sosial (Soelaeman, 1989:63-64).
Pendapat – pendapat tersebut mengenai masyarakat dapat disimpulkan bahwa
masyarakat merupakan suatu kesatuan yang memiliki potensi untuk dapat berperan
dalam kehidupan sosialnya.